Asal-Muasal Krisan

 

KRISAN atau KREMURA? Itulah dua pilihan alternatif judul untuk nama majalah SMA Santa Maria. Dua nama itu muncul setelah staf redaksi Jurnalistik menyeleksi ratusan judul yang ada, hasil masukan dari seluruh siswa, baik kelas 1, 2, dan 3. Dimulai dengan saling curhat dan berlanjut ke rapat, staf redaksi kemudian mengadakan polling internal. Hasil polling berlangsung ketat. Waktu itu, total staf redaksi berjumlah 31 anak. Hasil perbandingan poling pun tergolong mencengangkan. Ada 16 suara memilih KRISAN dan 15 suara memilih KREMURA. Tanpa ba-bi-bu lagi, karena selisih 1 suara, maka ditetapkan KRISAN sebagai pemenangnya.

 

            Begitu KRISAN dipilih sebagai judul nama majalah SMA Santa Maria, sempat bingung juga motto apa yang akan dimunculkan sebagai tagline majalah. Tiba-tiba celetukan datang dari FX. Rudy Prasetya, S.S. , Pembina Jurnalistik SMA Santa Maria “Saya ada ide untuk motto KRISAN. Bagaimana kalau mottonya Membuka Cakrawala Siswa?” Seluruh staf redaksi diam sejenak. Setelah dipikir-pikir sesaat dan tanpa perdebatan hebat, akhirnya secara aklamasi semuanya menyetujui. Nah, sejak saat itu seluruh staf kemudian berpikir konsep, kemasan, dan isi KRISAN.

12 Januari 2001

            KRISAN pun lahir. Hari bersejarah itu menandai terbitnya KRISAN edisi perdana. Terbit 44 halaman dan mengupas laporan bertema “Menyoal Eksistensi Ekstrakurikuler SMA Santa Maria”. Kehadiran KRISAN edisi perdana disambut antusias oleh seluruh komunitas. Beragam komentar muncul. Intinya, semuanya welcome dan menyambut gembira. Kerinduan akan bacaan yang berbobot dan menarik di lingkungan internal sekolah terbit.

            Dalam perkembangannya banyak cerita seru muncul terkait arti KRISAN. Beberapa Krisanis – sebutan untuk pembaca KRISAN – mengartikannya sendiri-sendiri. Mulai dari KRISAN itu kependekan dari: Kritis Santai. Ada juga yang berseloroh KRISAN itu: Kreativitas Remaja Indonesia Santa Maria. Lucunya lagi, ada yang bersatir-ria, KRISAN adalah : Krisis Santa Maria. Ha .. ha ..ha… Waktu itu, sesuai komitmen pendiri bahwa KRISAN memang tidak ada arti dan tidak ada kepanjangannya. Namun, memang ada filosofinya. KRISAN adalah nama sebuah bunga. Ya, nama sebuah bunga saja. Bukan yang lain dan tak boleh berpikir lain-lain. Bagi saya, bunga krisan itu kecil, tapi pendaran warnanya sangat indah dan elok. Saya berharap, meski KRISAN hanya sebatas majalah internal sekolah, tetapi ke depannya – lewat jurnalis-jurnalisnya – harus selalu berpendar dan harus selalu eksis berprestasi baik tingkat Surabaya maupun tingkat Nasional. Seiring waktu, pendaran prestasi-prestasi itu ternyata telah dijawab manis oleh jurnalis-jurnalis KRISAN sampai sekarang. Terlepas itu, yang tak kalah penting juga bahwa kehadiran KRISAN harus mampu berfungsi sebagai media yang informatif, edukatif, dan menghibur bagi Krisanis. Semoga ini akan terus bergayung sambut dari hari ke hari. (*)

 

 

 

Kisah Saya Bersama Krisan

 

Oleh Cornelius Widya Venanto, S.Pd.

 

Wakil Pemimpin Umum KRISAN

 

            Saya lulusan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Waktu kuliah, di samping disiplin ilmu yang saya tekuni, saya juga tertarik dengan dunia jurnalistik. Tidak heran, saat penjurusan saya memilih Jurusan Komunikasi sebagai pilihan utama. Banyak hal yang saya pelajari di bangku kuliah yang mendukung profesi saya sebagai pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya dalam membina ekstrakurikuler Jurnalistik di SMA Santa Maria.

            Dalam perjalanan karir saya sebagai Pembina Jurnalistik, saya lebih banyak mendampingi para siswa sekaligus sebagai motivator bagi mereka di ajang kompetisi jurnalistik. Meskipun saya baru memulai pendampingan di tahun ajaran 2005-2006, tetapi pengalaman yang saya peroleh cukup banyak dan berharga. Di antaranya, saya menjadi tahu bagaimana keterampilan seorang siswa menuangkan ide, pikiran, dan gagasan mereka dalam sebuah alur berpikir yang runtut dan logis, kemudian mengaplikasikannya dalam sebuah tulisan yang menarik.

            Sebagai seorang pengajar yang diminta pula menjadi salah satu Pembina Jurnalistik di SMA Santa Maria, saya merasa “tertantang” memberikan pembelajaran kreatif yang berkaitan dengan jurnalistik kepada para siswa. Untunglah, semasa kuliah saya pernah mendapat mata kuliah Komunikasi dan Jurnalistik. Jadi, lewat bekal itulah, saya dapat menerapkannya secara lebih nyata kepada para siswa. Di lain pihak, keberhasilan para siswa dalam menjuarai lomba-lomba pun menjadi suatu kebanggaan dan memberi arti tersendiri bagi saya untuk berkarya lebih baik lagi.

            Bagi saya, suatu keberhasilan itu tidak bisa diraih dengan setengah usaha. Keberhasilan mutlak memerlukan suatu upaya dan kerja keras dalam pencapaiannya. Kerja keras yang “mengandung risiko” dan pengorbanan tanpa pamrih. Pencapaian tersebut, nyatanya telah berulang kali dibuktikan oleh para siswa ekstrakurikuler Jurnalistik saat memenangkan beragam lomba tulis-menulis, fotografi dan mading di berbagai event, baik di tingkat Kota sampai Nasional. Tentunya ini sesuatu yang sangat membanggakan.