Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, saya yakin sebagian besar remaja telah mengetahui novel Dua Garis Biru yang telah difilmkan tahun lalu. Penulis dari novel ini sendiri bernama Lucia Priandrini. Wanita kelahiran Malang 21 Januari hidup dan dibesarkan dalam rumah penuh buku. Beliau juga menjadi relawan di komunitas literasi dan anak, setelah lulus dia juga bekerja sebagai jurnalis di beberapa media gaya hidup seperti Femina. Novel pertama yang beliau tulis ialah Episode Hujan (2016),yang bercerita tentang orang hilang,dengan latar kehidupan jurnalis.
Dua Garis Biru sendiri menceritakan tentang sepasang kekasih yaitu Dara yang merupakan gadis pintar kesayangan guru dan Bima yang merupakan murid santai yang cenderung bodoh. Mereka menyadari bahwa mereka berdua sangat bebeda tetapi mereka juga sadar bahwa perbedaan itulah yang semakin menyatukan mereka dan membuat mereka Bahagia untuk menjalani hubungan ini. Tetapi sayangnya, kebahagiaan dan kenyamanan yang mereka ciptakan justru membuat mereka melanggar batas. Satu kesalahan dengan konsekuensi besar yang baru mereka sadari kemudian yang akan memberikan banyak perubahan dalam hidup mereka dan orang-orang yang mereka sayangi. Di usia 17, mereka harus memilih memperjuangkan masa depan atau kehidupan lain yang tiba-tiba hadir yang nyatanya tidak dapat hanya dicukupi dengan cinta yang sederhana. Hal ini tentunya menjadi pertentangan besar terutama orang tua Dara, dikarenakan status sosial sang anak yang jauh lebih tinggi dari Bima. Hingga akhirnya tanpa sepengetahuan Dara sang ibu ingin memberikan bayinya kepada orang lain yang tentu saja hal ini akhirnya ditentang oleh Dara. Bima pun juga menentang hal ini dan orang tua Bima pun turut mendesak Bima untuk menikahi Dara agar mereka tidak kehilangan cucu mereka.
Novel yang ditulis oleh Lucia Priandrini sungguh sangat menarik untuk dinikmati dikarenakan halaman novel yang tidak terlalu banyak dan dapat dihabiskan hanya dengan sekali membaca. Konflik yang dibawakan memang cukup besar tetapi penyelesaian dari koflik itu sendiri tidak terlalu rumit sehingga tetap dapat dinikmati dan tidak membuat pusing. Selain itu, novel ini mengandung banyak sekali pesan-pesan hidup terutama bagi kita para remaja yang sedang merasakan jatuh cinta dalam lawan jenis untuk dapat lebih berhati-hati dalam bertindak. Terutama adanya batasan-batasan norma yang tidak boleh dilanggar saat kita masih menjalin hubungan terutama dalam status pacaran yaitu norma agama dan sosial yang di mana kita dilarang untuk melakukan hubungan seks di luar nikah karena akan masuk ke dalam tindakan perzinahan yang tentunya hal ini akan mengubah seluruh masa depan kita dalam sekejap dan pengaruh besar lainnya kita bisa saja mendapat banyak gunjingan dari lingkungan sekitar. Hal ini tampak pada halaman 44 dengan kalimat “Butuh seumur hidup untuk merencanakan dan menata hidup, dan hanya sedetik pilihan yang salah bisa meruntuhkan semuanya.” Selain itu, gaya penulisan penulis juga sangat nyaman untuk diikuti dan mudah untuk dipahami. Sehingga kita sebagai pembaca dapat dengan mudah untuk masuk kedalam cerita ini dan ikut hanyut dalam emosi maupun empati terhadap seluruh kejadian yang dialami Dara, Bima maupun kedua orang tua mereka. Tetapi sayangnya saya merasa novel ini masih memiliki kekurangan yaitu, ending salah satu tokoh utama yang bernama Dara harus meninggalkan anak mereka untuk bersama Bima karena ia harus pergi melanjutkan studinya ke Korea sehingga saya rasa ending dari novel ini agak menggantung karena ke depannya kita tidak akan tahu apakah Dara akan kembali bersama Bima untuk merawat anaknya kembali atau memutuskan untuk bersama orang lain.
Saya sangat merekomendasikan kepada para pecinta novel terutama orang-orang yang suka membaca novel romance dengan konflik yang cukup menantang dikarenakan novel ini sendiri memiliki konflik yang cukup berat dan tentunya dapat menguras emosi kita sehingga dapat mendorong kita untuk membacanya lagi dan lagi hingga akhir. Dari novel Dua Garis Biru ini kita dapat belajar bahwa di masa remaja ini kita harus bisa menjaga pergaulan kita dari hal-hal yang kurang baik seperti seks bebas dikarenakan jika kita sudah terjerumus kedalamnya maka akan sangat susah untuk lepas dan tentunya hal ini akan sangat mempengaruhi kehidupan kita kedepannya, selain itu kita juga dapat mengerti bahwa segala perbuatan yang kita buat tentu ada konsekuensinya oleh sebab itu, kita harus bisa memikirkan matang-matang keputusan yang kita ambil dan jangan pernah ceroboh menentukan keputusan yang tepat untuk hidup kita.
(Kontributor: Agnes Maria Angelica W., Siswi XII IPS 3, SMA Santa Maria Surabaya)