Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, Kardinal Peter Kodwo Appia Turkson – lahir pada tanggal 11 Oktober 1948 di Wassaw Nsuta, Gold Coast – adalah seorang Kardinal yang ditunjuk sebagai presiden dari Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Kedamaian dari tahun 2008 hingga 2017. Sebelum menjadi kardinal, Peter Turkson sempat menjadi Uskup Agung Provinsi Cape Coast, Ghana.
Sejak kecil, Peter sangat sadar bahwa daerah tempat Peter Turkson tinggal membutuhkan seorang pastor. Dengan kesadaran itu, ia memutuskan untuk masuk seminari di usianya yang masih tergolong muda – 13 tahun. Banyak orang bilang bahwa ia masih terlalu muda untuk memilih jalan hidup itu. Namun, kala itu ia merasa menunggu hanya akan menunda dan membuatnya tidak berbuat apa-apa.
Setelah 2 tahun mengabdi di seminari di Ghana, Uskup setempat memutuskan untuk mengirim Peter dan satu temannya ke seminari Fransiskan di New York. Di sana, ia menghabiskan 4 tahun belajar tentang ilmu Teologi. Setelah 4 tahun belajar ilmu Teologi, ia kemudian melanjutkan studi tentang Alkitab di Roma, hingga akhirnya ia mendapatkan gelar doktor. Dari situ ia sadar bahwa ada kekuatan lebih besar yang menggerakkan hidupnya.
Pada tanggal 6 Oktober 1992, Peter ditunjuk sebagai Uskup Agung Cape Coast oleh Paus Paulus Yohanes II. Ia kemudian ditunjuk sebagai presiden dari Konferensi Uskup Katolik di Ghana dari tahun 1997 hingga 2005, kemudian ditunjuk oleh Paus Paulus Yohanes II sebagai seorang kardinal pada tanggal 21 Oktober 2003. Peter telah mengikuti sebanyak dua kali pertemuan pemilihan paus – pertama pada tahun 2005 (Paus Benediktus XVI) dan yang kedua pada tahun 2013 (Paus Fransiskus). Pada tanggal 24 Oktober 2009, Paus Benediktus XVI menunjuk Peter Turkson sebagai presiden dari Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian.
Peter Turkson mendedikasikan hidupnya untuk melayani, dan hal ini sudah terlihat sejak ia kecil. Peter disadarkan dengan ketiadaan pemuka agama di daerahnya, oleh karena itulah ia memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya untuk orang lain dengan menjadi pemuka agama. Pelayanan itu semakin meluas ketika peter diberi tanggung jawab sebagai presiden dari Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Lewat dewan tersebut, Ia turut serta memberantas ketidakadilan dan masalah moral di Afrika – terutama kekerasan seksual, homo seksualitas, serta konflik antar ras dan agama.
Pelayanan Peter dapat menjadi tamparan keras bagi kita yang masih tidak sadar bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Kehidupan Peter mengajarkan kita bahwa manusia harus saling bahu-membahu untuk mengatasi masalah ketidakadilan yang ada di dunia, terutama di masa Pandemi seperti sekarang ini. Kekerasan rumah tangga, kesenjangan ekonomi yang tidak adil, hingga mempertahankan intregritas diri sebagai manusia yang berbakti, Peter Turkson lewat kehidupannya secara tidak langsung ingin memberitahu manusia bahwa kita sedang dalam keadaan darurat.
Kehidupan Peter juga dapat menjadi teladan bagi masyarakat dalam menghadapi krisis moral yang perlahan – tapi pasti – menggerogoti sendi-sendi keadilan dan kedamaian. Kita dapat mengatasi kekerasan rumah tangga, jika setiap keluarga memiliki rasa keadilan yang dimiliki Peter Turkson. Kita dapat mengatasi kelaparan di dunia, jika kita mengimplementasikan dasar dari Kitab Suci seperti Peter Turkson.
Lewat kehidupan Peter, kita disadarkan bahwa manusia dapat menjadi lebih baik, jika kita sadar bahwa hal yang terpenting dalam membantu sesama adalah memulainya tanpa penundaan. Peter membuat kita bertanya-tanya:
“Kalau bukan saya yang bergerak, siapalagi?”
(Kontributor: Gregorius Putra Benartin, Mahasiswa Psikologi, Universitas Airlangga Surabaya)