Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, buku bergenre drama dengan setting tahun 1970-an ini, berjumlah 219 halaman yang menceritakan tentang seorang gadis yang dipanggil Genduk. “Genduk” itulah judul buku yang ditulis Sundari Mardjuki, seorang penulis yang berasal dari Temanggung, Jawa Barat.

Buku ini memiliki alur cerita yang sangat bagus dan dapat menaikkan gairah pembaca untuk terus membaca hingga satu-persatu kebenaran dan permasalahan diselesaikan. Cerita ini terinspirasi dari cerita perjalanan sang ibu dari penulis yang ayahnya meninggal dunia saat ibunya masih berumur tiga tahun. Ibunya hanya mengetahui sosok ayahnya dari cerita-cerita orang disekitarnya, sama seperti tokoh Genduk. Puisi, sajak, dan lagu-lagu pun menambah estetika dari buku ini karena mengandung arti yang sangat dalam hingga dapat membuat hati terenyuh saat membacanya. Penggambaran karakter, suasana serta tempat disampaikan dengan indah dan detail sehingga pembaca dapat merasakan secara langsung. Salah satunya saat si Genduk menggambarkan kota Parakan yang selama ini hanya ia lihat dari jauh pada saat ia pergi ke sana.

Kisah yang disampaikan dengan bahasa yang indah pada saat dibaca, dan menggunakan banyak bahasa jawa serta istilah-istilah, membuat pembaca tertarik dan penasaran. Namun, kurangnya keterangan mengenai istilah, seperti magrong, punggel, inthil, dan kata jawa lainnya yang digunakan membuat pembaca kesulitan untuk mengerti. Meskipun di halaman terakhir terdapat glossarium untuk beberapa artinya, masih banyak yang tidak ada. Posisinya yang berada di halaman paling belakang juga membuat pembaca harus membolak-balik halaman.

Cerita ini membawa nilai-nilai yang dapat membuat orang yang membacanya menyadari sesuatu dalam hidupnya. Kaji Bawon, salah seorang tokoh mengatakan kalimat ini saat Genduk sedang dilanda masalah: “Nduk, dalam dunia yang penuh tipu muslihat ini, kita tidak pernah tahu siapa kawan siapa lawan. Semua orang bisa menjadi korban, bahkan orang yang tidak berdosa sekalipun. Dunia ini tidak hitam-putih. Tidak merah, pun tidak putih. Semua mempunyai sisi kebenaran”

(Kontributor: Rachel Arly, Alumni SMA Santa Maria Surabaya)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini