Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, waktu SMA, aku sering diminta untuk ikut lomba public speaking. Walaupun sering ikut lomba, menangnya sih jarang-jarang. Hehe…. Tapi tetap saja hal itu membuat beberapa teman bertanya, ‘Gimana sih caranya supaya bisa ga grogi dan lancar gitu pas ngomong di depan umum?’.

Beberapa orang menganggap kemampuan itu sebagai bakat. Bakat yang sudah ada dari kecil. Jadi, pas gede tinggal dikeluarin aja. Semacam ngantongin sesuatu dan bisa dikeluarin kapan saja waktu perlu. Eh, tapi sebenarnya nggak gitu juga sih, nggak se-simple itu. Buktinya, aku ngga dari dulu berani ngomong di depan umum. Justru, kalau ada yang kenal aku dari SD, mereka bakal kaget sekali melihat perubahanku. Sosok Chitra yang mereka kenal di SD, beda sekali dengan yang sekarang.

Yap, Chitra di SD tuh pemalu sekali. Jangankan berdiri di depan ratusan orang, ngomong di depan kelas saja grogi. Nunduk-nunduk liat bawah, dengan tangan posisi istirahat di tempat dan badan goyang-goyang ke kanan kiri. Pokoknya nggak banget. Nah, terus gimana kok bisa jadi seperti sekarang ini?

Pastinya ada titik balik. Sepertinya kalau aku inget-inget lagi, titik balik buat aku itu zaman SMP. Waktu itu kami sekeluarga pindah ke Papua. Di sana, mau nggak mau aku dan adikku selalu jadi yang terbaik, walaupun tanpa berusaha (percayalah, ini bukan suatu kebanggaan). Justru karena itu, aku jadi agak malas. Nggak belajar saja bisa juara kelas. Dan otomatis aku langsung banyak dapat peran di sekolah. OSIS-lah, panitia ini-itulah, sampai jadi delegasi sekolah ikut lomba di sana-sini. Karena ‘kepercayaan publik’ yang besar waktu itu, sadar nggak sadar tingkat kepercayaan diriku jadi lebih tinggi. Yang awalnya super pemalu, mulai jadi berani tampil. Yang awalnya nggak yakin bisa, mulai lebih pede dan jadi lebih berani ngomong. Itu sih trigger utamanya. Tapi, pastinya pede aja nggak cukup. Pede itu modal utama, tapi bukan segalanya. Knowledge tentang ‘how to do’-nya itu tetap harus dipelajari.

Waktu SMA, aku banyak dapat bimbingan dari pembina ekskul Broadcast dan Jurnalistik (sebut saja namanya Pak Pras, hehehe…). Beliau banyak membantu aku meng-eksplor minat baru yang aku punya. Dan beliau juga yang membuka banyak pintu kesempatan buat aku. ‘Chitra, ini ada lomba public speaking di Universitas X. Kamu bisa gabung, kan? Chitra, ini ada lomba menulis tingkat nasional, sepertinya menarik. Kamu ikut, ya?’. Dari situ justru aku banyak belajar. Dari situlah aku justru mendapat banyak pengalaman berharga banget.

Lalu setelah lulus, aku ‘tersesat’ ke sebuah club public speaking bahasa Inggris bernama Toastmaster. Di klub itu aku ketemu sama banyak orang yang punya minat yang sama. Semuanya doyan ngomong. Dan mereka punya program yang cukup bagus untuk melatih skill public speaking. Mereka menyediakan wadah buat kita-kita yang pengin latihan. Dari situ aku sadar, public speaking itu adalah skill yang perlu dipelajari, diasah, dan didalami. Banyak sekali teori public speaking yang bisa membantu kita menjadi seorang public speaker yang baik. Mulai dari teori tentang bagaimana untuk tampil di depan publik, teori tentang menyusun topik yang baik, atau juga tentang menggaet perhatian audience sejak beberapa detik pertama.

Buat yang memang suka, pasti teori-teori ini akan menjadi sangat menarik. Dan memang perlu untuk dibaca. Namun, masalahnya, saat kita sudah menguasai teori-teori dasar, kita perlu melakukan eksplorasi lebih jauh lagi dengan diri sendiri. Kita perlu bergerak dari Good to Great.

Dan untuk bisa naik ke level ini lah yang justru paling susah. Sama sekali tidak ada teorinya. Semua murni tentang ‘gaya’. Lihat saja para public speaker andal. Banyak yang sebenarnya ‘menyalahi’ aturan teori public speaking, tapi tetap bisa menarik.

Jadi pada akhirnya, semua kembali ke diri sendiri dan jam terbang yang didapat. Makanya, kalau memang public speaking adalah panggilan jiwamu, jangan pernah menolak kesempatan yang datang. Ambil saja semua. Jadikan ‘yes’ sebagai default answer-mu. Diajak ikut lomba: ‘Yes’. Disuruh pidato di muka: ‘Yes’. Sebenarnya kita tidak pernah tidak mendapatkan apa-apa dari setiap kesempatan yang kita ambil. Langkah-langkah kecil itu membantu kita bergerak dari Good to Great.

(Kontributor: Maria Chitra Astriana, Mantan Pemimpin Redaksi Krisan Cetak, Alumni 2007, SMA Santa Maria Surabaya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini