“Teknologi membuat apa yang tadinya mustahil menjadi mungkin. Desainnya membuat nyata.” – Michael Gagliano

Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, seiring dari berkembangnya zaman kita pasti tidak asing lagi dengan yang namanya IPTEK sebagai singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada era sekarang perkembangan IPTEK sangatlah pesat, tidak mengenal batas dan juga wilayah masyarakat pun sudah tidak lagi asing dengan perkembangan IPTEK tersebut. Ilmu pengetahuan dan teknologi juga berjalan secara beriringan untuk membangun sebuah kemajuan dalam perkembangan global. Dengan kata lain, perkembangan IPTEK akan selalu mengikuti perkembangan zaman.

Masyarakat di Indonesia saat ini sedang mengalami era digitalisasi. Sebagai bagian dari Revolusi Industri, salah satu dampak era digitalisasi adalah munculnya “Cashless Society”.  Banyak persepsi positif dan keraguan masyarakat yang muncul terkait cyber security yang digunakan sebagai tatanan keamanan cashless society di Indonesia. Tetap menggunakan atau malah meninggalkan layanan non tunai, hal ini terus menerus menjadi keraguan masyarakat walaupun cashless society menawarkan banyak keuntungan yang sulit ditolak oleh banyak orang. Tren cashless society ini tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan sistem ini sudah dilakukan oleh negara lain sejak lama, terutama di negara-negara maju.

Penggunaan transaksi non tunai dinilai lebih mudah digunakan, bertransaksi apapun dan kapanpun dengan mudah, lebih mudah melacak dan mudah dikontrol dalam jangka waktu yang dibutuhkan. Cashless Society merupakan tren dimana masyarakat cukup menggunakan smartphone (mobile payment) dengan sentuhan jari maka kebutuhan masyarakat sudah bisa terpenuhi. Dengan memanfaatkan teknologi informasi atau sering disebut Financial Technology, pembayaran non tunai tersebut mampu mengambil hati masyarakat Indonesia. Laporan Price Waterhouse Coopers (PWC) tahun 2016 berjudul Financial Service Technology 2020 on Beyond: Embracing Disruption, mengungkapkan bahwa Fintech akan mengubah format bisnis industri jasa keuangan di masa mendatang. 

Memang terdengar memudahkan masyarakat karena menggunakan teknologi sebagai pengelola keuangan individu. Kehilangan uang saat berjalan-jalan juga dapat dihindari dan keuangan lebih bisa diatur. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa terdapat keraguan dari masyarakat dalam penggunaannya salah satunya yaitu keamanan data pribadi mereka. Secara umum, risiko yang mungkin sering muncul dari perusahaan Fintech di Indonesia adalah risiko penipuan (Fraud), risiko keamanan data (Cyber Security) dan risiko ketidakpastian pasar (Market Risk). 

Selain kurangnya teknologi keamanan, keberhasilan kasus kejahatan cyber juga didukung oleh rendahnya kewaspadaan masyarakat dalam penggunaan internet. Tidak heran, terjadinya percepatan transformasi digital memaksa setiap orang untuk terjun pada dunia digital agar dapat bertahan. Terlebih untuk pemilik usaha yang baru memutuskan untuk go digital dan meninggalkan sistem bisnis konvensional. Mereka cenderung memiliki kewaspadaan yang rendah terhadap ancaman keamanan data yang mungkin terjadi. Lantas apa saja yang dapat dilakukan dalam meminimalkan risiko dari perusahaan fintech?

Pertama, membentuk ICapTek (Indonesia Cakap Teknologi). ICapTek merupakan gerakan pendidikan kepada masyarakat, untuk memberikan informasi-informasi dasar tentang teknologi, sehingga dapat mencegah cyber crime ringan. Misalnya seperti hacking ringan, yang sebenarnya bisa diantisipasi dengan sosialisasi sederhana. 

Kedua, membentuk Badan “Cyber” Nasional, pembentukan ini dilakukan karena ancaman cyber di Indonesia meningkat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Badan Siber dan Sandi Negara di Indonesia mencapai angka 100 juta kasus pada April 2022. Badan ini memang bukan lembaga baru melainkan untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi yang sudah ada di sejumlah badan pemerintahan sebelumnya. Misalnya penggabungan teknologi yang sudah ada, sebagian dari Kominfo, Lembaga Sandi Negara dan lembaga lain untuk diintegrasikan menjadi badan baru dan mencari solusi bagaimana berkoordinasi dengan cyber defense, cyber crime.

Ketiga, menbentuk ICapKes (Indonesia Cakap Kesadaran) yaitu gerakan yang dapat melatih tingkat kesadaran masyarakat terhadap keamanan data pribadi mereka. Dimana dalam gerakan ini masyarakat disatukan untuk belajar bagaimana cara memiliki tingkat kesadaran tinggi dan tanggap dalam menghadapi suatu masalah cyber crime ringan.

Di saat pemerintah dan layanan fintech berusaha meningkatkan keamanan data masyarakat, peran kesadaran masyarakat mengenai seberapa penting data yang akan ditunjukkan sangat dibutuhkan. Jika kesadaran masyarakat tentang keamanan data rendah, maka akan ada celah tindak kejahatan cyber beraksi. Kesadaran masyarakat terhadap keamanan data pribadi harus ditingkatkan. Memilah-milah data yang harus ditunjukkan dengan yang disimpan sendiri harus benar-benar dilakukan. Jika kolaborasi antara pemerintah, pemilik fintech serta masyarakat dapat maksimal, maka risiko kejahatan cyber dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

(Kontributor: Felicia Grace Lauwmato, Alumni SMA Santa Maria Surabaya)

 

Gambar: www.google.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini