“Glade!” lelaki tersebut memanggil nama gadis yang sedang duduk sambil memegang novel karya John Green pada tahun 2008. Gadis yang di panggil pun menoleh ke arah sumber suara dan menatap lelaki tersebut dengan kesal.Lelaki tersebut telah berhasil duduk disebelahnya setelah lari dari kelas.

“Tunggu” kata lelaki tersebut sambil mengatur napasnya.

“Okay.. here,” perkataan lelaki tersebut terpotong oleh gadis dihadapannya.

“Sudah ku bilang berapa kali? jangan panggil aku Glade! Kau kira aku pengharum ruangan?” semprotnya dengan kesal.

“Okay.. baiklah Gladiators!” ucap lelaki tersebut “Jack! kau ini, namaku Glady. Bukan Glade atau bahkan gladiators! Camkan itu!”

“Baiklah. aku hanya menggodamu. Kau itu cantik, tapi pemarah” ucap lelaki bernama Jack tersebut sambil tertawa

Go on! apa yang ingin kau katakan?” tanya Glady yang langsung pada intinya.

“Okay jadi begini, besok ajari aku Kimia. Karena aku harus mengulang tes Kimia ku, dikarenakan nilai Kimiaku di bawah rata-rata,” jelas Jack

“Baiklah… Mengapa kau meminta aku yang mengajarimu?” tanya Glady untuk kedua kalinya.

“Karena Mr.Tony mengatakan bahwa nilai Kimiamu tertinggi di kelas kita. Aku janji akan mengajarimu Matematika. Bagaimana?” jelas Jack lagi.

“Baiklah kalau begitu”

“Ayo kita pulang,” ajak Jack

“Baiklah,” jawab Glady

Mereka adalah sepasang sahabat sejati yang telah berteman sejak Sekolah Menengah Pertama hingga mereka Sekolah Menengah Atas. Mereka tak jarang pulang bersama.

                                                            *           *           *           *

Glady

“Kita sudah sampai,Nona,” ucap Jack. “Kau terdengar klise seperti itu,” sahutku seraya turun dari motor besar Jack.

“Terima kasih. Bertemu besok ya. Sampai jumpa,” ucapku seraya membuka pagar rumahku yang tinggi besar dan berwarna hitam.

“Sama- sama, tuan putri,” jawab Jack pada glady.

“Hentikan Jack,” ucapku pelan dan meninggalkan Jack yang telah menjauh dari rumahku.

Welcome to the real hell. Aku membuka pintu utama rumahku dan masuk ke dalam rumah, kemudian menutupnya kembali.

Kulangkahkan kaki kananku.

“Kau pulang dengan siapa?” tanya seseorang.

 “Jack Sanderson. Ia temanku. Sahabatku lebih tepatnya,” jawabku malas

 “Mengapa kau tidak ada di sekolah saatku menjemputmu?” tanyanya lagi.

 “Aku pulang telat karena ada tugas yang harus kuselesaikan,” jawabku santai.  Sungguh aku lelah hari ini.

“Glady, kemarilah!” ucap dad menyuruhku untuk mendekat padanya

Ya. Lelaki yang berbicara denganku tadi adalah daddy ku. Aku pun menuruti perintah nya.

“Bisakah kau bersihkan tangga? Kau lihat tangga itu sudah terlalu kotor. Apa indra penglihatanmu terganggu?” katanya.”

“Tidak. Aku melihatnya, tetapi aku sangat lelah, Dad! Banyak tugas tadi di sekolah. Kenapa tak suruh bersihkan bibi Indri saja?” jawabku.

” Apa kau kira daddy tidak lelah? Daddy harus bersusah payah bekerja untuk kebutuhanmu sekolah. Sedangkan disuruh seperti ini saja kau tidak mau? Anak tidak berbakti sama sekali pada orangtua. Bibi Indri sedang cuti pulang ke kampung. Kau ini terlalu manja. Cepat bersihkan itu!” ucapnya sambil marah.

Tuhan! Tidakkah orang ini tahu betapa lelahnya aku hari ini?

“Jika kau tidak mau ya sudah. Kembali ke kamarmu sana!” ucapnya kembali marah

Sampai kapan hidupku akan seperti ini? Dengan air mata yang berlinang di mataku, aku menaikki tangga dan menuju ke kamarku.

Kuhempaskan tubuhku ke kasur yang cukup dua orang.

Aku mengambil salah satu bantalku. Aku menenggelamkan kepalaku di sana. Menangis sekuat yang aku bisa.

Aku mengeluarkan ponselku. Aku semakin menangis melihat gambar layar ponsel ku.Di sana terdapat aku dan mamaku yang sedang tertawa bahagia sekali, tanpa ada beban sedikit pun.

“I miss you mom! Kapan mama akan datang menjemputku? membawaku bersama mama?” aku semakin terisak.

“Kapan mama akan memasakkanku makanan seperti dulu lagi? Kapan mama akan membangunkanku seperti dulu lagi? Kapan mama akan mengajakku membeli peralatan make up dan baju seperti dulu lagi? Kapan mama akan mengajariku memasak seperti dulu lagi? Apa yang ada di pikiran daddy,ma? Ia selalu saja membuatku kesal. Daddy sudah berubah,ma.” Aku rindu kasih sayang seorang ibu.

Ya. Aku adalah anak tunggal. Aku tinggal dengan kedua orangtuaku. Dulunya, saat aku duduk di bangku SMP kelas 9, mamaku pergi jauh dan meninggalkan aku dan daddy. Dulu aku sangat bahagia sekali bisa bersama dengan keluargaku. Daddy dan mamaku adalah orangtua yang sangat penyayang padaku. Apapun kebutuhan yang kubutuhkan akan selalu mereka penuhi. Tetapi, itu semua tak berjalan hingga sekarang. Setelah mama meninggal. Daddyku berubah. Banyak hal yang berubah dalam kehidupanku. Sifat penyayang daddy tak lagi dapat kurasakan. Setiap hari aku hanya melihat wajahnya yang murung dan penuh dengan amarah serta gelisah. Aku sudah sangat sering mencoba menghibur daddy setelah mama meninggal. Tapi yang aku dapatkan malah pukulan dari daddy. Daddy selalu mengatakan bahwa aku adalah anak kecil yang tidak perlu ikut campur dalam urusannya. Sejak itu, aku mulai membenci daddyku sendiri. 

Kalian pasti tahu bahwa seorang lelaki tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa seorang wanita. Memang semua lelaki seperti itu kah? 

Begitu pula dengan daddyku. Tahun lalu, saat aku duduk di kelas 11, daddy memperkenalkan aku kepada “teman wanita”nya. Ya, itu yang dikatakan oleh daddy padaku. Walaupun aku tahu mereka mempunyai hubungan yang lebih dari teman. Pertemuanku dengan wanita itu tidaklah baik. Aku bahkan tidak tahu dan tak ingin tahu nama wanita itu. Selama satu tahun ini aku hanya menganggapnya angin. Ia selalu bertindak dan bersikap seolah-olah ia adalah ibuku. Daddyku? Ia selalu mengatakan padaku untuk selalu bertingkah baik pada wanita itu.

                                                            *           *           *           * 

Brak!!!

Suara keras itu membangunkan Glady dari tidur siangnya yang lelap. Ia pun mengangkat kepalanya dari atas meja.

“Glady, mau sampai kapan kau akan tidur di setiap pelajaran, kecuali Kimia?” tegur Ms. Siska.

Sekarang adalah pelajaran Biologi. Seperti biasa, Glady selalu tidur di semua pelajaran kecuali Olahraga dan Kimia.

“Kau, temui aku diruang konseling sepulang sekolah” lanjut Ms.Siska.

Glady sama sekali tak menggubris perkataan gurunya itu.

“Astaga Glady, apa kau yakin bisa membuat parfum nanti. Jika kerjaanmu dikelas hanya tidur?” ejek Jack yang duduk disebelah Glady. Ya, cita cita Glady adalah menjadi peracik parfum. Itulah salah satu alasan ia sangat pintar dalam Kimia.

Mendengar itu Glady hanya meninju perut Jack yang membuat Jack mengerang kesakitan.

“Diam atau nilai Kimiamu nol kali ini,” ancam Glady

“Owww! Menakutkan sekali,” ucap Jack dengan nada yang mengejek.

Tok tok tok!

Terdengar seseorang mengetuk pintu kelas setelah Ms. Siska keluar dari kelas.

“Permisi, Glady Evanders disini?” Itu adalah Ms. Tere guru Bimbingan Konseling.

Glady langsung berdiri dan mengikuti Ms. Tere ke ruang Konseling. Ia sudah tahu yang akan terjadi padanya sesaat lagi.

Tetapi hal yang berbeda yang ia lihat saat ini, ia melihat “teman wanita” ayahnya yang akhir-akhir ini jarang ia lihat. 

“Ada perlu apa?” tanya Glady pada wanita itu acuh tak acuh.

“Glady, tante kesini untuk menjemputmu. Ayahmu sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit,” jelas wanita itu.

Glady yang tak percaya dengan itu hanya menutup mulutnya tak percaya. Glady pun bergegas menuju ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya yang telah dilarikan ke rumah sakit. 

Sesampainya di rumah sakit Glady berlari tanpa peduli sekitarnya sama sekali. Walau bagaimanapun, Glady tidak bisa membenci ayahnya sepenuhnya karena ia tahu ayahnya adalah pria yang baik dan penyayang. 

“Dok, daddy saya kemana, Dok? Daddy saya kenapa, Dok? Daddy nggak apa apa kan Dok? Jawab, Dok, daddy kenapa?” tanya Glady sangat tergesa-gesa setelah sampai di depan ruang ICU.

“Sabar dulu, tenang dulu Glady, tenang,” jawab Dokter Steven.

Glady tak henti- hentinya menangis sesenggukan. Ia sangat sedih. Ia tidak bisa membayangkan jika ia harus hidup sebatang kara di dunia ini. Ayahnya adalah satu satunya keluarga Glady saat ini. 

Setelah masuk ke ruangan, Dokter Steven menjelaskan kondisi kesehatan ayah Glady. Dokter Steven adalah dokter yang menolong ibu Glady saat ibunya sakit. Ia takut sesuatu akan terjadi pada ayahnya seperti ibunya. Ayah Glady mengalami vertigo yang diakibatkan karena stres yang berlebih. Mengetahui itu, Glady menangis sejadi-jadinya. (Bersambung…)

(Kontributor:  Adinda Putri, Siswi XII IPA 4, SMA Santa Maria Surabaya)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini