Surabaya, KrisanOnline.com – Kuperhatikan dia secara perlahan-lahan. Paras manis yang sedang terduduk diam di sana. Termenung sendiri, dalam gegapnya keramaian dunia. Ada apa gerangan? Mengapa ia selalu sendiri? Apakah masalah selalu datang menghujam dia hingga menjadikan dia sosok yang pendiam? Dimana keberadaan teman bermainnya?
Tanpa kusadari, kulangkahkan kakiku padanya. Keramaian kala itu berhasil menyamarkan derap kakiku yang melangkah dengan sangat hati-hati. Apa yang akan kulakukan sesampainya di sana? Bodohnya aku. Berjalan ke arahnya tanpa tujuan yang jelas.
“Hai”sapaku kepadanya dan hanya tatapan tajam yang kudapatkan. Entah mengapa, rasa misteriusnya itu sungguh memesona. Dan matanya yang tajam itu berkilau indah digelapnya malambak mutiara hitam ditengah gelapnya kerang. Dan lihat senyum manisnya. Merekah indah hingga ingin rasanya kumenari di antaranya. Tiap kali kuingat dirinya, jantungku berdetak lebih cepat. Akan kudekati dia, apapun risikonya.
*2 tahun yang lalu*
Sinar mentari lembut menyentuh kulit. Udara nan sejuk ini membuatku ingin berlama lama tidur hingga sang Surya berada dipuncaknya. Gravitasi masih saja menjerat dalam rasa malasku semasa libur. Namun, hari ini merupakan hari pertamaku untuk kembali lagi ke sekolah, dan tentunya kali ini aku menginjak Sekolah Menengah Pertama. Segera kubuang rasa malasku, kuhiraukan seluruh penghambatku dan bergegas mempersiapkan diri untuk tantangan baruku ini. “Pa, Lukas pergi dulu, ya?” pamitku dari luar rumah dengan setengah berteriak. Segera kukayuh pedal sepedaku menuju sekolah baruku. Semangat yang berapi-api telah membakar energiku untuk mengayuh sepeda ini lebih cepat lagi. Akhirnya, sampailah aku pada tujuanku setelah menempuh sekitar 60 menit lamanya. Rasa lelahku terbalas oleh kekaguman akan megahnya bangunan ini.
“Pagi, anak anak. Selamat datang di sekolah baru. Perkenalkan, nama saya Bapak Timmy. Saya akan menjadi wali kelas kalian. Sekarang, Bapak minta masing-masing dari kalian memperkenalkan diri. Berdiri di tempat aja, tidak usah maju ke depan kelas. Dimulai dari kamu yang paling belakang, ujarnya” Gadis culun yang duduk di paling belakang pun berdiri dan berkata “Hai, nama saya Wati. Saya dulu bersekolah di Jakarta. Salam kenal,” bebernya sembari membungkukkan badannya diakhir kalimat.
“Oke selanjutnya?” tanya Bapak Timmy. Gadis manis yang duduk disebelah Wati itu pun berdiri, lalu mengatakan “Cintya” dan langsung kembali duduk. Perkenalan tetap berlanjut. Para murid serentak menyombongkan diri dengan apa yang ia miliki. Entah itu sekolah lama yang terbilang elit, ataupun orangtuanya yang merupakan pengusaha kaya. Ada yang pendeknya hanya sekitar 130 cm, ada juga yang tingginya sekitar 180 cm. Ada yang cantik dan ada yang manis. Namun dari sekian murid yang ada, hanya Cintya yang memikat mataku. Ada sesuatu dari dirinya yang tak kulihat dari orang lain. Pancaran diri yang keluar dari matanya sangat berbeda dengan gadis yang lain. Hmm…benar-benar indah. (Bersambung)
(Kontributor: Herman Josef Ekaputra, Mantan Staf Redaksi Majalah Cetak Krisan)