“Yah, levelnya masih jauh sih dari permainanku…” Ia berkata, nada suaranya penuh canda. Kami tertawa ringan sebelum ia melanjutkan. “Tapi kan aku memang sudah dilatih bermain piano selama bertahun-tahun. Kamu! Kamu baru mendengar sekali saja sudah tahu nada-nada utama yang dimainkan! Bagaimana kau melakukannya?” Pujinya sekali lagi. Aku hanya tersenyum kecil.

Aku tadi mencoba-coba semua nada yang ada di piano. Lalu, aku ingat-ingat kembali beberapa bagian dari permainanmu tadi dan mencoba untuk memainkan nada yang pas untuk mengulang lagu tadi.” Aku mendengar suara nyaring tepuk tangan lelaki di hadapanku.

Kamu jenius!” Suara tersebut menggelegar. Dari caranya berbicara, caranya mengutarakan kekagumannya padaku, aku dapat menyimpulkan bahwa dia sangat serius dalam mendalami musik, dan bahwa yang kulakukan barusan bukanlah sesuatu yang biasa. “Jika kamu belajar dengan seorang profesional, bayangkan apa yang bisa kamu lakukan!” Mendengarnya, aku seketika menggeleng-gelengkan kepalaku, tidak setuju.

“Lho? Mengapa tidak?” tanyanya bingung. Aku terdiam, mencoba untuk mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan sederhananya. Kesunyian yang memekakan telinga mengisi udara.

“Aku buta.” ujarku dengan bodohnya, rasa malu dan benci yang ditujukan kepada diriku sendiri mulai muncul satu persatu. Tentu saja ia mengetahui bahwa aku buta. Aku baru saja membuat situasi ini lebih canggung dan tidak nyaman bagi kami berdua dengan dua kata tersebut. Aku kira pemilik suara itu akan meminta maaf, atau mulai menunjukkan rasa iba terhadap kondisiku yang menyedihkan ini. Aku salah.

“Apa kaitannya?” tantang suara itu dengan lancang. Aku tidak dapat menemukan suaraku. “jawab aku. Apa kaitannya?” Aku membuka mulut untuk menjawab, namun menutupnya lagi, berpikir keras. Apa kaitannya? Pertanyaan tersebut membuatku merasa lebih bodoh. Ini sungguh hari yang panjang dan melelahkan.

“Aku buta. Mana bisa aku bermain piano seperti kalian semua yang memiliki penglihatan?” jawabku, tiba-tiba kesal. Kesal terhadap apa, aku tidak tahu. Aku benci fakta bahwa jauh di dalam hatiku, aku ingin bermain piano. Aku ingin menciptakan nada-nada yang melebur menjadi suatu melodi yang dapat menyentuh hati banyak orang. Terlebih lagi, aku ingin jatuh cinta dengan musik itu sendiri. Tetapi bagian diriku yang lebih dominan selalu berkata “Tidak. Kamu tidak bisa.”

Justru itu! Kamu mungkin tidak bisa bermain piano seperti kita yang bisa melihat. Tapi itulah yang membuatmu spesial!” Ia terdengar sama frustrasinya denganku. “Kamu bisa main dengan gayamu sendiri. Gaya yang berbeda dari kebanyakan orang diluar sana. Aku sudah mendengar caramu bermain barusan dan kamu itu benar-benar berbakat.”

“Tapi, akan sangat sulit bagiku untuk bermain piano. Aku tidak bisa melihat nada-nadanya. Aku bahkan tidak tahu seperti apa bentuk sebuah piano!” Bantahku.
“Kamu tidak harus melihat sebuah piano untuk memainkannya. Ada banyak pianis buta di luar sana yang bisa bermain piano berpuluh kali lipat lebih baik dibandingkan mereka yang bisa melihat. Apa yang membuatmu merasa kamu tidak bisa?” Kata-katanya menumbuhkan rasa percaya diri di dalam diriku.

Menurutmu aku bisa?” tanyaku, setengah tidak yakin. Belum pernah aku menemui seseorang yang begitu yakin akan kemampuanku. Belum lagi ia baru saja mengenalku.
“Ya kalau aku pikir kamu tidak bisa, buat apa aku lari kembali ke ruang musik setelah memutuskan untuk pulang?” tanyanya. Tanpa melihat raut wajahnya, aku bisa menduga bahwa ia sedang tersenyum. Tanpa kusadari, menjadi sulit bagiku untuk menahan senyuman di bibirku.

“Jangan biarkan kekuranganmu membatasi potensimu yang sesungguhnya.” Kata-katanya kuresapi satu persatu, membangun rasa percaya diri dan keberanian di dalam diriku.

“Kamu memiliki bakat yang tidak semua orang miliki. Kamu harus yakin dengan kemampuanmu!” Mendengar hal itu, aku tidak bisa menyembunyikan rasa bangga yang tiba-tiba muncul dalam diriku, aku merasa aku bisa melakukan apa saja.

“Bagaimana? Maukah kamu coba bermain?” Ia bertanya sekali lagi, sekarang lebih serius. Aku menoleh ke arahnya, senyuman lebar merekah di bibirku.Tak kusangka, satu pertemuan dapat mengubah segalanya dalam hidupku. Terima kasih Tuhan! (Tamat)

(Kontributor: Lindawati Wijoyo, Alumni Siswi XII IPA 4, SMA Santa Maria Surabaya)

Gambar etalase: google.com

Kuis Cerbung: “Di antara Nada-nada”

Siapakah nama laki-laki yang pintar bermain piano tersebut?

Jawaban dikirim lewat email ke: frpsanmar@yahoo.com

Redaksi menyediakan goodybag cantik bagi yang beruntung. Selamat mencoba,ya!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini