Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, YB. Mangunwijaya adalah seorang yang dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis sosial dan pembela wong cilik. Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Romo Mangun. Beliau telah banyak menulis buku.  Salah satunya  yang spekta adalah adalah novel Burung-burung Manyar. Dalam novel tersebut, beliau menceritakan berbagai kisah antara penjajahan dan percintaan. Dalam kisah percintaan terdapat cinta manusia dan cinta pada negara. Tokoh yang paling menonjol pada novel Burung-burung Manyar adalah Teto.

Teto merupakan anak dari Letnan Barjabasuki yang merupakan Letnan tamatan Akademi Militer Breda di Belanda. Ayahnya keturunan keraton sedangkan ibunya keturunan Indonesia- Belanda. Dalam novelnya, pengarang lebih menekankan bagaimana keadaan waktu penjajahan. Tokoh Teto menghadapi berbagai masalah rumit, terutama yang menyangkut keluarganya. Keluarganya merupakan salah satu pasukan KNIL Belanda dan menjadi incaran pasukan Jepang.

Novel Burung-burung Manyar dikemas pengarang secara serius, namun juga diselingi dengan cerita-cerita yang santai. Cerita santai yang dituliskan oleh pengarang menekankan pada kisah percintaan yang dialami oleh tokoh Teto dan tokoh Rara Larasati atau sering di panggil Ati. Mereka merupakan teman dari kecil. Kedua keluarga mereka juga sangat dekat satu sama lain. Hingga suatu saat mereka sudah dewasa. Rasa cinta yang mereka pendam akhirnya tumbuh. Pengarang ingin menceritakan bagaimana kekejaman pada masa penjajahan dahulu.

Meskipun tokoh Teto merupakan bagian dari pasukan Belanda, namun ia juga memiliki keturunan Indonesia. Tekanan mental dan batin dihadapi oleh tokoh Teto. Hal tersebut dikarenakan ayahnya petinggi hingga ayahnya ditangkap dan di penjarakan. Tokoh Teto semakin hancur hatinya ketika ibunya rela menjadi wanita penghibur bagi pimpinan tentara Jepang untuk menyelamatkan nyawa suaminya. Hal itu yang membuat Tito merasa benci dan dendam pada tentara Jepang.

Baca Juga:Novel yang Menguras Emosi

Melalui peristiwa tersebut, pengarang merasakan bagaimana tekanan batin yang dirasakan oleh seorang anak yang melihat kedua orang tuannya ditindas oleh orang lain. Bagaimana tidak dendam jika melihat orang yang disayangi telah dipermainkan bahkan rela memberikan kesuciannya kepada orang-orang yang sangat dibencinya. Pengarang juga ingin menyampaikan bahwa menjadi orang kalangan atas itu tidak selalu dalam kemakmuran namun semakin banyak halangan dan musuh yang akan terus mencoba mengganggu.

Kelebihan dari novel Burung-burung Manyar adalah novel ini tidak dapat ditebak sampai akhir cerita. Kekurangannya adalah banyak kata yang susah dimengerti. Namun, itulah ekspresi yang ditunjukkan oleh YB. Mangunwijaya. Burung-burung Manyar adalah sebuah luapan emosional tentang penderitaan dan siksaan batin yang disebabkan berbagai masalah mulai dari penjajahan hingga percintaan. Mmm….inspiratif!

Baca juga: Dua Sisi

(Kontributor: Elizabeth Shintya, Siswi  XII IPS 2, SMA Santa Maria Surabaya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini