“Setiap kebenaran memiliki dua sisi. Penting untuk melihat keduanya, sebelum memutuskan menerima salah satunya” -Aesopus 

Tubuh dan penampilan sempurna menjadi obsesi banyak orang. Ketika berjalan di pusat perbelanjaan, kita melihat ratusan manekin dengan bentuk tubuh ideal. Dunia begitu terpaku dengan tubuh yang sempurna, sehingga banyak orang lupa cara mencintai diri. Berbagai upaya ekstrem yang mengancam nyawa pun dilakukan. Untungnya, di media sosial, marak gerakan body positivity, yakni gerakan sosial yang berakar pada keyakinan bahwa semua manusia memiliki citra tubuh positif. Namun, bagi beberapa individu, gerakan kepositifan tubuh ini menyimpang dari pesan yang seharusnya. Banyak penderita obesitas beranggapan bahwa tidak mengurangi berat badan adalah bentuk body positivity. Oleh karenanya, diperlukan pemfokusan kembali.

Media sosial merupakan faktor kuat bagaimana seseorang kehilangan kepercayaan dirinya, terutama jika terus menyaksikan selebriti memamerkan tubuh “sempurna” mereka. Berbagai gangguan psikologi dapat diterima ketika merasa tidak percaya diri, seperti depresi yang mengarah pada gangguan tidur, gangguan makan, serta keinginan menyakiti diri. Kemunculan body positivity bertitik berat pada pentingnya mencintai diri untuk menangkal problem tadi. Seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat menyalahartikan body positivity. Gerakan ini menjadi tameng berlindung bagi orang-orang dengan berat badan tidak normal, memunculkan pikiran tidak perlu mengubah bentuk tubuh, kalaupun kondisi kesehatan di ujung jurang.

kasus obesitas merupakan contoh sisi buruk body positivity. Di Inggris, berlangsung survei kesehatan nasional yang berfokus pada peserta dengan Indeks Massa Tubuh di atas 25. Hasilnya sangat mengejutkan. Kebanyakan berpendapat bahwa berat badan mereka “cukup ideal” atau “terlalu ringan.” Tandanya, mereka menganggap kelebihan berat badan bukanlah masalah serius (Health News Review, 2018). Dampak obesitas adalah gangguan pernafasan seperti asma, nafas pendek, mengorok saat tidur dan tidur apnea karena penimbunan lemak berlebihan di bawah diafragma (Damayanti, 2008). 

Tidak menutup kemungkinan apabila miskonsepsi body positivity terus berjalan, dapat mengarah ke toxic positivity. Alasan ‘Fat is acceptance’ rasanya kurang tepat digunakan untuk meninggalkan gaya hidup sehat. Pernyataan itu seakan membenarkan konsumsi makanan tidak sehat dalam porsi besar. Keberlangsungan hidup memang harus dinikmati, tetapi obesitas merupakan bentuk bunuh diri. Lantas, apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembalikan setir ke arah yang semestinya?

Pertama, menciptakan situs yang disebut “BeautifulMe.” Makna penamaannya adalah bahwa semua pribadi itu cantik, baik dari dalam maupun luar. Sebagai salah satu indikator kecantikan batiniah, diperlukan pola pikir yang bijaksana. BeautifulMe ditargetkan menjangkau masyarakat dengan berat badan belum ideal, untuk mau bertindak cerdas memulai gaya hidup sehat. Konten yang dimuat adalah artikel dan video terkait upaya menumbuhkan self-love dan self acceptance secara tidak berlebihan. Ketika berhasil mencintai diri, akan tumbuh kesadaran untuk merawat tubuh. BeautifulMe memiliki forum diskusi, membuat pengakses dapat membagikan pengalaman mereka dan menjadi inspirasi. Ketika sedang butuh dukungan, siapapun dapat membantu. Bahkan dapat pula meminta saran dari ahli. BeautifulMe dapat membantu masyarakat berproses tanpa merasakan tekanan. 

Kedua, membangun SELOITY (Self-concious Ability) pada diri setiap pribadi. Standar lingkungan sosial terhadap penampilan fisik dapat membuat hati menciut. Keberadaan body positivity bagi sebagian orang bagaikan penyelamat. Namun, tindakan yang diperlukan dalam menanggapi kondisi ini adalah menjadikannya motivasi untuk bergerak maju. Menjadi sosok yang tanggap dan cerdas dengan mampu memetakan bahwa mempertahankan tubuh yang tidak sehat itu buruk. Memenuhi kebutuhan dan melakukan perubahan secara bertahap merupakan langkah awal yang dapat dilakukan. Cukup dengan mencintai diri sendiri dengan menjalani hidup yang wajar dan sehat, maka dengan sendirinya akan mudah menerima dan menghargai diri. Berusaha untuk hidup bahagia tanpa masalah kesehatan. Bersikap positif terhadap tubuh akan memberikan efek baik bagi diri sendiri. 

Ketiga, membumikan budaya diet sehat. Konsep diet ini dapat dilakukan untuk mengubah gaya konsumsi sambil mengembangkan rasa menghargai terhadap diri. Penelitian membuktikan bahwa pola makan bukan hanya baik untuk fisik, tetapi juga bagi otak. Melalui diet sehat, kebutuhan nutrisi akan terpenuhi sehingga tubuh tetap sehat. Jenis makanan ber densitas energi rendah seperti buah dan sayur, membuat kualitas diet lebih baik. Tidak seperti diet-diet lainnya dengan pemotongan porsi makan secara berlebihan dan mengharuskan olahraga intensitas tinggi yang dapat berdampak pada stress, diet sehat justru kebalikannya. 

Semua orang itu cantik, tidak ada yang tidak. Gerakan body positivity mendukung pernyataan tersebut. Mencintai diri apa adanya, tanpa mempedulikan perspektif orang lain. Sangat disayangkan, gerakan positif ini malah menjadi toxic. Upaya mengantisipasinya adalah dengan peluncuran platform BeautifulMe, membangun SELOITY, dan membumikan budaya diet sehat. Penting untuk menanamkan body positivity secukupnya, tanpa melewati batas. Semua itu tergantung pada kita, ingin menggunakan sisi pisau yang mana dari body positivity. Nilai-nilai yang dapat dipetik adalah bijaksana dan kepercayaan diri. Bijaksana memilah mana pengaruh yang baik dan buruk, dan kepercayaan diri supaya tidak mudah terpengaruh serta bisa menjadi pribadi yang kuat. 

(Kontributor: Sherilyn Phan, alumni SMA Santa Maria Surabaya) 

 

gambar: www.google.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here