Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, Kelebihan yang dimiliki novel ini adalah, cerita dalam novel ini merupakan daya tarik yang paling kuat bagi pembaca. Novel ini memaparkan bagaimana carut marutnya “keadilan” di indonesia. Seolah memberi tahu bahwa, “banyak bedebah di negeri ini.” Buku ini mudah dicerna. Jalan cerita yang tak terduga, pengkhianatan yang sering terjadi, seperti pada saat Wusdi dan Tunga dengan teganya membuat keluarga Thomas bangkrut dengan tipuan politiknya (Hal 289), novel ini juga mengajarkan kita, menjadi orang yang mandiri dan menjadi orang yang selalu berusaha. Kita juga tidak boleh mudah menyerah pada keadaan.
Novel ini juga dapat membuat kita berani bermimpi. Menyadari kalau semua yang terjadi di dunia ini adalah kehendak dari Tuhan. Tidak ada yang terjadi kebetulan. Semua sudah diatur oleh Tuhan. Semua yang tidak mungkin akan menjadi mungkin bagi Tuhan. Ada pada ”Dicoba, gagal. Dicoba, gagal lagi. Terus saja kau lakukan. Lama-lama kau tahu sendiri bagaimana seharusnya trik terbaik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama” (Hal 290).
Nilai persahabatan dan setia kawan juga sangat kental dalam novel ini. Persahabatan memang tidak bisa terpisahkan oleh apapun. Meski telah berpisah lama, seorang sahabat tidak mungkin melupakan begitu saja. Ketika tertimpa masalah pun, sahabat akan siap menjadi orang yang akan membantu dan berdiri di barisan paling ujung. Seperti pada saat di Klub Petarung, ada beberapa tempat lain seperti rumah Om Liem yang Thomas datangi ketika ia mengetahui Om Liem ditangkap polisi. Ia langsung berinisiatif membawa Om Liem ke tempat peristirahatan Opa di daerah Waduk Jatiluhur (Hal 43), ada juga pada (Hal 331)
Kekurangannya yaitu Novel ini memiliki tingkat bahasa yang cukup tinggi. Banyak istilah yang tidak akan dimengerti oleh kaum awam. Istilah-istilah yang terkandung juga hanya dapat ditemukan di kosa kata politik ekonomi. Seperti subprime montage, preventive strike, indeks saham, CFO, CEO, dll (Bab I), Alur cerita menyelesaikan masalah seberat itu dalam dua hari terasa mustahil. Ending seakan dipaksakan. Endingnya menggantung karena permasalahan dalam cerita belum terselesaikan.
(Kontributor: Vern Christopher, Siswa XII Bahasa SMA Santa Maria Surabaya)